Kinerja Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan
Pemerintah
Daerah dibawah kepemimpinan Gubernur TGH
Zainul Majdi hari ini mewarisi kondisi jalan yang buruk. Kondisi jalan di NTB
ini memang bisa disebut warisan yang tak kunjung mendapatkan penanganan
memadai.
Jika
direview kembali hingga ke era-era sebelumnya,
pada awal pemerintahannya Gubernur Harun Alrasyid (1999-2003) mendapatkan
warisan kondisi jalan provinsi dengan tingkat kemantapan relative bagus sebesar
87 persen. Ia bercita-cita untuk meningkatkan kondisi jalan di NTB dengan angka
prestisius hingga 94 persen. Namun masalah nampaknya cukup banyak menghadang,
pada akhir pemerintahan Harun fakta menunjukkan bahwa tingkat kemantapan jalan
malah turun ke titik 74 persen. Wajar
jika pada era pemerintahan Gubernur Lalu Serinata (2003-2008), peningkatan
kualitas jalan ini pun menjadi salah satu agenda penting pemerintah daerah. Namun,
apa mau dikata kondisi kemantapan jalan secara umum malah semakin menurun. Pada akhir pemerintahan Serinata, tercatat
kondisi kemantapan jalan di NTB hanya 44,25 persen. Kondisi inilah yang
diwarisi pemerintahan Gubernur Majdi
sejak menjabat pada pertengahan 2008 silam. Review diatas memperlihatkan
bahwa kerja menangani kondisi jalan NTB bukanlah pekerjaan mudah.
Pada tahun 2009,
pemerintah baru berhasil meningkatkan jalan beraspal sepanjang 14 km dan jalan
kerikil sepanjang 9,4 km. Peningkatan ini mampu menurunkan panjang jalan tanah
secara signifikan. Namun demikian, hal ini tidak mampu diimbangi dengan
kemampuan di sisi pemeliharaan. Hal ini tercermin dari menurunnya panjang jalan
dengan kondisi baik dari 551 km menjadi hanya 456 km serta bertambahnya jalan dengan
kondisi rusak berat sepanjang 305 km.[1]
Sementara
pada tahun 2010, melalui simulasi angka dapat diketahui bahwa focus strategi
pemerintah daerah adalah di satu sisi mengurangi/mengalihkan beban pemeliharaan
maupun peningkatan jalan melalui perubahan status jalan dari jalan provinsi
menjadi jalan lainnya, sementara di sisi lain menggenjot peningkatan kualitas
permukaan jalan.
Secara umum
kerja pemerintah pada tahun ini difokuskan untuk memperbaiki jalan
diaspal. Untuk itu, pemerintah
menggenjot perbaikan jalan dengan merubah jalan lapisan penetrasi sepanjang
14,69 km menjadi jalan hotmix. Sementara
untuk memperbaiki kondisi permukaan jalan, jalan rusak berat 25,05 km diperbaiki hingga
menjadi rusak ringan, dan jalan rusak
ringan sepanjang 15,03 km ditingkatkan kondisinya
menjadi sedang. Pemerintah juga berhasil mengurangi panjang jalan yang menjadi
bebannya untuk ditanggung pihak lain seperti pemerintah pusat sepanjang 7,09 km
terdiri dari jalan dengan kondisi rusak
ringan 2,79 km dan jalan dengan kondisi baik 4,3 km.
Uraian diatas menunjukkan dengan jelas bahwa
kapasitas pemerintah untuk meningkatkan kondisi jalan di NTB sangatlah lemah.
Dari total jalan rusak ringan sepanjang 223,83 km pada tahun 2009 melalui dua
cara diatas pemerintah hanya mampu menangani sepanjang 17,82 km atau hanya sekitar 8 persennya saja.
Sementara untuk jalan dengan kondisi rusak berat dari total jalan aspal yang
rusak berat sepanjang 293,50 km kemampuan pemerintah untuk menanganinya juga
masih sangat jauh dari yang dibutuhkan,
hanya sekitar 8,5 persen.
TABEL 3.6. Panjang dan Kondisi Permukaan Jalan
Provinsi Diaspal
|
||||||
2009
|
2010
|
Naik/Turun
|
||||
Jenis Permukaan
|
||||||
Hotmix
|
947.53
|
955.13
|
7.60
|
|||
Lapen
|
406.14
|
391.45
|
-14.69
|
|||
Total
|
1,353.67
|
1,346.58
|
-7.09
|
|||
Kondisi Permukaan
|
||||||
Baik
|
456.80
|
467.53
|
10.73
|
|||
Sedang
|
379.54
|
364.51
|
-15.03
|
|||
Rusak Ringan
|
223.83
|
246.09
|
22.26
|
|||
Rusak Berat
|
293.50
|
268.45
|
-25.05
|
|||
Total
|
1,353.67
|
1,346.58
|
-7.09
|
|||
sumber: diolah dari data Seksi Perencanaan Dinas PU NTB
|
Demikian
pula halnya untuk jalan tanah, kerikil, dan jalan belum tembus, praktis tidak
banyak yang bisa dikerjakan oleh pemerintah daerah selain mengalihkan beban. Pada tahun ini,
selain mengurangi jalan belum tembus sepanjang 6,5 km, strategi yang sama juga
ditempuh melalui perubahan status jalan
dalam kondisi rusak ringan sepanjang 1,27 km dan pengurangan yang sangat besar
pada jalan dengan kondisi sedang sepanjang 55,20 km. Namun di sisi lain, yang
sulit diatasi adalah tingginya laju kerusakan jalan, tahun ini jalan tanah dan
kerikil yang sebelumnya dalam kondisi rusak ringan malah menurun kualitasnya
menjadi rusak berat sepanjang 50,01 km.
Akibatnya
yang sudah jelas adalah seretnya kenaikan kualitas jalan provinsi. Tingkat kemantapan jalan provinsi di NTB
selama dua tahun terakhir hanya meningkat sekitar 2 persen.
TABEL 3.7. Panjang dan Kondisi Permukaan Jalan
Kerikil, Tanah, dan Lainnya
|
||||||
2009
|
2010
|
Naik/Turun
|
||||
Jenis permukaan
|
||||||
Kerikil
|
185.17
|
131.84
|
-53.33
|
|||
Tanah
|
158.79
|
155.65
|
-3.14
|
|||
Lainnya
|
144.70
|
138.20
|
-6.50
|
|||
Total
|
488.66
|
425.69
|
-62.97
|
|||
Kondisi Permukaan
|
||||||
Baik
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
|||
Sedang
|
55.20
|
0.00
|
-55.20
|
|||
Rusak Ringan
|
71.88
|
20.60
|
-71.34
|
|||
Rusak Berat
|
216.88
|
266.89
|
50.01
|
|||
Belum Tembus
|
144.70
|
138.20
|
-6.50
|
|||
Total
|
488.66
|
425.69
|
-62.97
|
|||
sumber: diolah dari data Seksi Perencanaan Dinas PU NTB
|
Orientasi Kebijakan Pemda di Bidang
Infrastruktur Jalan
Komitmen
pemerintah terkait peningkatan infrastruktur di NTB sebenarnya sudah cukup
kuat. Salah satu misi pemerintah daerah di bawah pemerintahan Gubernur Majdi
adalah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur strategis dan penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jika merujuk
RPJMD Provinsi NTB 2009-2013 salah satu isu strategis adalah terjadinya
kesenjangan pembangunan infrastruktur antar-wilayah dan antar-sektoral. Kondisi
ini menjadi salah satu pemicu ekonomi biaya tinggi yang menghambat pertumbuhan
ekonomi rakyat dan masuknya investasi.
Analisis
terhadap lingkungan strategis daerah yang dilakukan menemukan bahwa: (1) terjadi ketimpangan layanan infrastruktur dan
utilitas antar-wilayah pulau yang berakibat tidak berkembangnya daya saing
antar-wilayah; (2) Ketimpangan pertumbuhan antar-kawasan, antar-kota dan
antar-wilayah masih mewarnai perjalanan pembangunan daerah. Kurangnya
pemerataan pembangunan sarana prasarana, distribusi sumber daya yang tidak
seimbang dan terhambatnya pengembangan ekonomi unggulan cukup signifikan
mempengaruhi hal ini.[2]
Sehingga
salah satu kebijakan umum pembangunan selama lima tahun adalah mendorong adanya
pemerataan pembangunan infrastruktur antara desa-kota, pulau-pulau kecil dan
daerah terisolir, dengan Dinas PU sebagai leading sector. Di sisi lain,
pemerintah berupaya mendorong intensitas komunikasi antarwilayah dan
mengembangkan pola keterpaduan antar-wilayah dan antar-sektor, dengan leading
sector adalah Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.
Khusus
berkaitan dengan infrastruktur jalan, pemerintah daerah menargetkan selama lima
tahun ini, sejak 2008 hingga 2013 nanti, tingkat kemantapan jalan provinsi di
wilayah NTB bisa meningkat dari 44,25 persen ke titik 65,78 persen atau
diorientasikan mengalami peningkatan sebesar 21,53 persen. Sehingga pada tahun
2013 nanti, panjang jalan dengan kondisi mantap diharapkan mencapai panjang
1.048, 71 km dari semula hanya 749, 60 km. Sementara untuk jalan nasional, dari
semula tingkat kemantapan jalan 79,23 persen, diharapkan pada tahun 2013 semua
ruas jalan telah berada pada kondisi mantap atau tingkat kemantapan 100 persen.
TABEL 3.8. Rencana
Percepatan Penanganan Jalan Untuk Mencapai Tingkat Kemantapan Jalan
Sesuai RPJMD PEMPROV
NTB dan RENSTRA DINAS PU NTB
Tahun
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
Panjang Jalan (km)
|
749,60
|
770,77
|
784,49
|
971,51
|
1.020,57
|
1.084,71
|
Prosentase
|
44,25
|
45,50
|
46,31
|
57,35
|
61,89
|
65,78
|
Sumber: Seksi
Perencanaan Jalan Dinas PU NTB, disampaikan dalam Workshop Mencari Benang Merah
Kondisi Jalan
Provinsi dan Kabupaten di NTB. DPA NTB dan The Asia Foundation, 2011.
Untuk jalan
provinsi, sepanjang 2008-2010, pemerintah daerah telah berhasil meningkatkan
kemantapan jalan sebesar 2,06 persen. Sesuai RPJMD Pemerintah Provinsi NTB dan Rencana Strategis
Dinas PU NTB, tahun penting untuk kerja peningkatan kualitas jalan ini adalah
tahun 2011, dimana direncanakan dalam tahun ini kondisi jalan dapat meningkat
sebesar 11,04 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan jalan akan terus
dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2013 nanti, dengan target peningkatan 4,54 persen (2012)
dan 3,89 persen (2013).
Untuk
memastikan tercapainya rencana tersebut, pada tahun 2010 lalu telah ditetapkan
Perda tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Jalan Strategis Provinsi
dengan Pola Pembiayaan Tahun Jamak.[3] Sehingga diharapkan percepatan penanganan
infrastruktur jalan ini dapat dikejar dalam dua tahun terakhir.
***
Meski
pemerintah daerah sudah berencana, kembali pertanyaan yang muncul adalah
sejauhmana target itu akan cukup memuaskan masyarakat. Karena faktanya, hingga tahun
2013, tingkat kemantapan jalan yang akan dikejar pemerintah hanya pada posisi
65 persen.
Target itu
berarti bahwa kondisi keluhan masyarakat yang umum ditemui dalam pemberitaan
media massa di daerah, yang sangat
sering dipertontonkan langsung melalui praktek menanam pohon-pohon
tertentu di sepanjang ruas jalan, masih akan sering ditemui.
Kiranya,
menjadi tugas semua pihak untuk ikut berfikir, bagaimana agar kondisi kualitas
jalan ini dapat segera membaik. bukan sekedar 65 persen melainkan jika mungkin
mencapai angka diatas 90 persen, atau sesuai dengan tingkat kebutuhan riil
minimal masyarakat terhadap kuantitas maupun kualitas pelayanan jalan. Berdasarkan
asumsi untuk mengejar daya saing daerah mungkin saja apa yang difikirkan oleh
pemerintah memang sudah optimal, namun belum tentu hal ini telah mampu menjawab
tingkat kebutuhan riil masyarakat terhadap penyediaan layanan infrastruktur
jalan.
Atas dasar
wacana tersebut, tidak terelakkan lantas
muncul sebuah proposisi awal bahwa diskusi mengenainya pastilah sejenis
perbincangan yang akan menyentuh aspek-aspek paradigmatic dalam pembangunan
infrastruktur jalan, bukan sekedar berkutat pada masalah kapasitas/kemampuan
yang ada. Karena itu, alih-alih sekedar menggunakan pendekatan teknokratis
dengan memperhitungkan aspek pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan kawasan
pembangunan, atau tingkat kapasitas untuk melakukannya seperti sering menjadi gendang
yang ditabuh pemerintah daerah, upaya
untuk mendapatkan input mengenai tingkat kebutuhan riil masyarakat harus
dimajukan. Agar pembangunan infrastruktur jalan menjadi bermakna bagi
masyarakat dan dapat menjadi pengungkit bagi terjaminnya pemenuhan hak dasarnya sebagai manusia dan
hak konsistusionalnya sebagai warga negara.
Sekaranglah
waktu yang tepat untuk melakukannya. Saatnya warga bicara!
***
Mataram-Lombok, Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar