Translate

Jumat, 19 Juni 2015

Membidik Peran Strategis Ulama dalam Pemberantasan Korupsi




“…. Maka kami menyatakan : pertama, bertekad bulat untuk secara langsung dan tidak langsung turut serta dalam gerakan pemberantasan korupsi;  kedua, akan dengan sangat sungguh-sungguh menggalang segala potensi yang memungkinkan ditegakkannya keadilan sejati demi keselamatan rakyat; ketiga, secara terus-menerus melakukan sosialisasi gerakan anti-korupsi di setiap waktu dan kesempatan; keempat, berupaya mendidik dan membina kader-kader muda yang konsisten melawan korupsi; kelima, akan memberikan bantuan moril dan materil pada semua gerakan anti-korupsi.”(dikutip dari naskah ikrar Aliansi Pondok Pesantren untuk Gerakan Anti Korupsi, APPGAK NTB, yang  dibacakan oleh TGH. Mahyuddin Azhar Lc, di Mataram pada tanggal  23 Oktober 2001).

 


Korupsi di Indonesia telah memasuki tahap sistemik. Selain telah merasuki sejumlah infrastruktur kenegaraan, korupsi pun telah menjangkiti institusi-institusi sosial masyarakat dan menjangkiti sendi-sendi kehidupan masyarakat. Lebih berat lagi, persoalan korupsi adalah persolan persepsi dan kesadaran masyarakat mengenai korupsi.[1] Menghadapi problem seperti ini, selain melakukan perbaikan di lapangan ekonomi, politik dan hukum, upaya pemberantasan korupsi haruslah meliputi upaya lainnya dalam merubah persepsi masyarakat mengenai korupsi.
Salah satu sebab mengapa masyarakat permisif terhadap korupsi adalah karena masih bertahannya sejumlah nilai-nilai yang tidak kondusif bagi upaya pemberantasan korupsi. Problem ini tentu lebih berkutat pada nilai-nilai yang membentuk perspektif masyarakat dalam memandang masalah-masalah dalam kehidupan dan terletak pada level struktur sosial-kebudayaan. Disini dapat dikatakan bahwa faktor-faktor budaya konsumerisme bisa jadi menjadi sebab mengapa korupsi dianggap sebagai sesuatu yang sah. Sebab lainnya adalah karena tekanan pada struktur sosial-politik, yang mengakibatkan orang terdorong untuk melakukan korupsi. Tekanan ekonomi, insistusi birokrasi  yang berubah menjadi institusi pemeras, pers yang dibungkam, penegakan hukum yang buruk, terjadinya pergeseran kekuasaan dan buruknya transparansi dan akuntabilitas  adalah beberapa diantara sebab-sebab struktural  yang mengakibatkan korupsi terus-menerus terjadi dan semakin akut.
Untuk mengupayakan pemberantasan korupsi,  maka keterlibatan semua pihak adalah salah satu prasyarat yang harus dimajukan. Pemberantasan korupsi tidak akan berhasil tanpa dukungan masyarakat. Salah satu komponen masyarakat yang memiliki peran strategis di dalam membangun gerakan sosial anti-korupsi adalah tokoh-tokoh agama yang dalam kehidupan masyarakat memegang peran yang cukup sentral. Keterlibatan para tokoh agama dalam upaya pemberantasan korupsi akan memberikan motivasi dan dorongan yang kuat bagi masyarakat untuk ikut serta dalam upaya pemberantasan korupsi.