Beberapa jenis kesalahan logika
(sesat pikir) menurut Aristoteles yang kerap dipakai dalam berargumen sejak zaman
Yunani Kuno:
1. Appeal to Emotion
Memanipulasi respons emosional untuk menggantikan atau menutupi argumen lain yang valid dan masuk akal.
Contoh: "Ibu Susi sangat tidak layak jadi menteri dalam kabinet
Jokowi, karena ia cuma tamat SMP. Orang yang mendukung Ibu Susi, berarti
'otaknya' cuma tamat SMP."
2. Ad Hominem
Mendiskreditkan karakter atau kepribadian lawan untuk melemahkan argumen mereka.
2. Ad Hominem
Mendiskreditkan karakter atau kepribadian lawan untuk melemahkan argumen mereka.
Contoh: "Ibu Susi tak layak jadi menteri karena ia merokok, tatoan, dan kawin-cerai empat kali. Itu adalah ciri-ciri orang yang tak bermoral. Karena itu, mereka yang mendukung Ibu Susi adalah juga tidak bermoral."
3. Tu Quoque
Menghindar dari kritik sekaligus mendiskreditkan lawan dengan menggunakan kritik yang sama dengan yang disampaikan pada dirinya.
Contoh: "Kami yang mengkritik Ibu Susi, karena kelakuan tidak bermoral dari Ibu Susi, semata-mata dilandasi oleh niat baik agar masa depan bangsa ini menjadi semakin mulia dari segi akhlaknya."
4. Appeal to Authority
Percaya bahwa jika otoritas menyatakan sesuatu, maka hal tersebut merupakan kebenaran yang valid, tanpa perlu menyelidikinya lebih lanjut.
Contoh: "Menurut Ustad saya, seorang ahli agama yang telah tiga
kali naik haji, Ibu Susi tidak layak menjadi menteri karena kelakuannya tidak
bermoral."
5. False Cause
Mengasumsikan bahwa ada hubungan sebab-akibat (causation) antara hal-hal yang terjadi secara bersamaan atau berurutan (correlation).
Contoh: "Merokok itu buruk, karena dapat merusak kesehatan. Oleh sebab baik dan buruk adalah wilayah moral, maka orang yang merokok adalah orang yang tak bermoral. Orang yang tatoan juga tidak bermoral, orang yang kurang pendidikan juga tak bermoral, karena banyak orang yang badannya tatoan dan kurang pendidikan adalah penjahat. Jadi, Ibu Susi yang merokok dan tatoan pasti tidak bermoral. Oleh sebab tidak bermoral, maka sangat tidak pantas menjadi menteri."
5. False Cause
Mengasumsikan bahwa ada hubungan sebab-akibat (causation) antara hal-hal yang terjadi secara bersamaan atau berurutan (correlation).
Contoh: "Merokok itu buruk, karena dapat merusak kesehatan. Oleh sebab baik dan buruk adalah wilayah moral, maka orang yang merokok adalah orang yang tak bermoral. Orang yang tatoan juga tidak bermoral, orang yang kurang pendidikan juga tak bermoral, karena banyak orang yang badannya tatoan dan kurang pendidikan adalah penjahat. Jadi, Ibu Susi yang merokok dan tatoan pasti tidak bermoral. Oleh sebab tidak bermoral, maka sangat tidak pantas menjadi menteri."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar