Translate

Senin, 11 Mei 2015

Ekonomi-Politik Pemerintahan Gubernur Majdi

Sejauhmana efektivitas pemerintahan Gubernur Majdi akan sangat ditentukan oleh berbagai factor. Dengan mengkapitalisasi faktor pendukung  dan sebaliknya meminimalisir faktor pelemah, Gubernur dapat lebih optimis menjalankan misi pemerintahannya. Beberapa factor yang akan dikemukakan pernah menjadi tema diskusi saat kunjungan silaturrahmi calon gubernur KH. M. Zainul Majdi ke Sekretariat SOMASI NTB menjelang perhelatan Pilgub NTB, dua tahun silam.

Dengan mendiskusikan ini, saya berharap HUT NTB kali ini menjadi lebih bermakna ketimbang melemparkan jargon-jargon hegemonik, dan tentu saja bisa dianggap sebagai masukan atas dua tahun pemerintahan ’kabinet NTB BerSaing’. 

Jangkar Politik Gubernur di tingkat pusat. Sejauhmana efektivitas jangkar politik gubernur akan sangat menentukan posisi NTB di mata pusat.  Sebagai contoh, menengok kondisi PAD NTB yang sangat minim dengan target tahunan yang pasif, sumber pendapatan dari APBN (DAU, DAK, Dana Dekon) untuk anggaran pembangunan  akan sangat signifikan. Karena pola alokasi dana APBN masih kental diwarnai pertimbangan politis ketimbang teknokratik pembangunan, sejauhmana posisi politik seorang gubernur akan sangat menentukan jumlah dana yang bisa ditarik daerah dari pusat. Sejauhmana gubernur NTB cukup memiliki jangkar politik yang memantapkan pengaruh dan posisi tawarnya di tingkat pusat?

Karena itu, isu mengenai partai yang menjadi kendaraan politik  Gubernur sangatlah relevan. Munculnya isu tentang komunikasi Gubernur dengan wakil rakyat di DPR maupun senator  di DPD juga menunjukkan sisi ini perlu perhatian. Di luar itu, tingkat fokus tim kerja pusat dan garis (arahan) dari DPRD adalah isu-isu yang signifikan.

Kondusivitas Politik Lokal. Situasi politik lokal khususnya hubungannya dengan ”struktur politik hilir” (parpol-DPRD dan kekuatan politik lain) dan ”struktur politik hulu” sebagai penopang/sumber  politik hilir akan sangat menentukan sejauhmana eksekusi agenda-agenda pemerintahan dapat berjalan mulus dan mendapatkan dukungan dalam implementasinya. Sebenarnya akan lebih mudah jika pelaksanaan pemerintahan hanya dipengaruhi oleh struktur politik hilir saja, namun kondisi khas NTB yang dilanda masalah ”fenomena kepublikan” (ketidakcocokan antara moral publik dengan moral state) berakibat  struktur politik hulu juga harus diperhitungkan seksama. Di tengah jurang (gap) yang lebar antara warga grass-roots dan elite group, kondisi kelas menengah lokal juga perlu ada pemetaan secara seksama.

Lingkar kepentingan grup politik penopang kekuasaan. Sejauhmana Gubernur bisa menjaga diri dari kepentingan kelompok innercycle group penopang kekuasaannya, akan menjadi patokan bagi kekuatan politik lain dan kelas menengah untuk memberikan tanggapan strategis mereka terhadap pemerintahan yang berjalan. Tingkat efektivitas mesin birokrasi dan dukungan dari kekuatan politik di sektor ”hulu” juga berkaitan dengan hal ini.

Tim Kerja yang Handal dan profesional. Gubernur harus memiliki perencana, eksekutor dan pelaksana yang handal agar mimpi besarnya mengejar ketertinggalan dan menjadi sejajar dengan daerah lain bisa tercapai. Mendudukkan dan memberi ruang birokrasi bekerja secara profesional, penempatan posisi dan jabatan dengan mempertimbangkan profesionalitas, dan kemampuan meminimalisir interest lingkaran pengaruh di sekitarnya akan sangat signifikan berpengaruh.

Ketersediaan modal pembangunan. Di lingkup makro, dengan kondisi dan potensi modal yang ada sekarang, NTB masih memerlukan lebih banyak modal untuk mengejar ketertinggalannya dari daerah lain. Di sisi ini, harapan yang ada tentu dari investasi dan NTB cukup punya potensi SDA yang memadai. Sejauhmana kemampuan pemerintah memastikan investasi mengucur ke  daerah pada sektor-sektor potensial NTB sangat berpengaruh, di sisi lain kesiapan tim khusus di jalur hubungan luar negeri juga perlu diperhatikan.

Kata orang pintar, tiap hari duit  berputar mengelilingi bola dunia mencari tempat yang tepat untuk mendarat. Tingkat kondusivitas factor-faktor structural terkait iklim investasi akan sangat menentukan tingkat investasi yang masuk. Tentu saja, selain tingkat  pertumbuhan, juga mesti mempertimbangkan agar pertumbuhan terjadi pada sector-sektor yang berdampak besar untuk rakyat NTB (baca: tingkat kedalaman pertumbuhan). Kemampuan mengkonsolidasinya dengan kondisi perbankan di NTB sebagai lembaga intermediasi pembangunan di daerah di tengah minimnya investasi dan tingkat saving masyarakat yang rendah,  akan sangat berpengaruh terhadap tingkat ketajaman pengembangan sector-sektor yang menjadi tumpuan bertumbuhnya perekonomian masyarakat (sektor riil dan sektor tenaga kerja mayoritas).

Dukungan Masyarakat. Dengan kondisi kemiskinan makro di atas 20% dari total jumlah penduduk, dan hampir menyentuh angka 50 % (setengah dari 4 juta jiwa lebih rakyat NTB) untuk angka kemiskinan mikro, dukungan masyarakat akan bisa dipertahankan dan direbut kembali jika rakyat merasakan ada perubahan pada nasib mereka. Pemerintahan yang berhasil tentulah pemerintahan yang bekerja dalam praktek, bukan pemerintahan yang ditopang politik pencitraan tanpa bukti yang langsung dirasakan rakyat.

Dari enam faktor tersebut, dua tahun terakhir Gubernur kedodoran di hampir semua sisi, kecuali untuk faktor kedua--yang berpotensi memburuk, dan faktor terakhir--yang belakangan ini nampak mulai menurun oleh berbagai sebab. Beberapa faktor saling berhubungan dan menyimpan posisi dilematis bagi Gubernur. Namun hidup bergantung pada apa yang kita kerjakan, sehingga keragu-raguan tak seharusnya mendapat tempat. Bukanlah setelah ideologi (cita-cita perjuangan) dirumuskan “tangan”lah yang bekerja menjalankannya?

Kemampuan menilai dengan tepat  posisi faktor-faktor tersebut selama dua tahun terakhir dapat menjadi landasan Gubernur  menentukan pilihan prioritas perbaikan pemerintahannya. Tentu saja, bantuan pandangan dari berbagai pemikir/ahli/praktisi yang tak kurang adanya di NTB akan sangat dibutuhkan. Saya mengajak semua elemen yang peduli nasib NTB, untuk menyayangi gubernur kita, dengan masukan maupun kritikan. Namun jika sulit dikerjakan  karena berbagai alasan, media massa sebagai ruang milik publik selayaknya memudahkan itu terjadi.

Akhirnya perlu ditegaskan kembali, pemerintah hadir dan ada untuk menyelesaikan masalah rakyat dan bukan membuat (untaian) proyek percontohan untuk mendapatkan best practices (praktek terbaik). Tugas Pemerintah adalah untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata baik oleh sebab-sebab pokok struktural maupun kultural (inilah inti masalah NTB); untuk membedakannya dengan peran intelektual atau para imaam (pendeta) yang bekerja membenahi peradaban, atau kalangan konsultan pembangunan yang berikhtiar mengembangkan pendekatan baru pembangunan.

Dirilis pertama kali pada 16 Desember 2010
Diskusi, saran dan kritik via:  ekaffah@yahoo.com
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar